Sengketa Tanah: Grib Jaya vs BMKG

Jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan pembongkaran sejumlah bangunan di sebuah lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Lahan tersebut terletak di wilayah Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Tanggerang Selatan, Banten. Lahan seluas 127.780 meter persegi tersebut diduga telah dikuasai secara ilegal oleh ormas GRIB Jaya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya mengungkapkan, 2 diantara 17 orang yang diamankan ersebut telah ditetapkan sebagai tersangka. Inisial Y bin KTY yang merupakan masyarakat/ahli waris, dan MYT yang merupakan Ketua DPC GJ Tangsel. Sedangkan, 15 orang sisanya telah dipulangkan.

Adu Bukti Kepemilikan Lahan BMKG dan GRIB Jaya

Dalam laporan nomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025, BMKG meminta bantuan untuk menertibkan ormas yang diduga menduduki tanah atau aset milik negara tersebut. Menurut Taufan, gangguan keamanan ini menghambat rencana pembangunan gedung arsip BMKG.

Wilson juga menjelaskan bahwa, pada tahun 2007 pihak BMKG mengajukan Peninjaun Kembali yang kemudian dikabulkan sebagian. Wilson menambahkan bahwa putusan PK tersebut tidak disertai penyerahan girik maupun perintah eksekusi lahan.

Menurut Wilson, BMKG hanya meminta surat penjelasan dari ketua pengadilan yang berpendapat bahwa tanah dapat diambil tanpa surat eksekusi. Menurutnya, itu bukanlah keputusan hukum melainkan hanya pendapat pribadi hakim.

Siapakah yang Berhak? Grib Jaya atau BMKG?

Kedua pihak tentunya memiliki legal standing masing-masing. Berdasarkan fakta hukum yang tersedia, terdapat dua pendekatan melalui pemahaman terhadap sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah di Indonesia sendiri menganut Sistem Publikasi Negatif tidak murni. Kedua lembaga dapat menggunakan cara-cara berikut untuk memanfaatkan pendekatan ini:

Pemanfaatan Sistem Publikasi Negatif oleh Grib Jaya

Sistem Publikasi Negatif memberikan peluang bagi pemilik tanah sebenarnya meskipun sertifikat telah dikeluarkan atas nama pihak lain. Hal ini memungkinkan adanya kesempatan bagi Grib Jaya yang mengaku sebagai pemillik tanah secara turun temurun.

Maksimal 5 tahun pasca penerbitan sertifikat, maka pihak Grib jaya dapat megajukan keberatan/gugatan terhadap penerbitan sertifikat. Jangka waktu ini diatur dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pemanfaatan Sistem Publikasi Positif Tidak Murni oleh BMKG

Meskipun di Indonesia menganut Sistem Publikasi Negatif dalam pendaftaran Tanah, penerapannya tidaklah murni. Masih ada unsur publikasi positif yang dapat menguntungkan pihak yang memiliki sertifikat yang sah.

Apabila Grib Jaya tidak mengajukan gugatan atas sertifikat lebih dari 5 tahun pasca penerbitannya, amak ini akan memperkuat posisi BMKG. Tanpa adanya keberatan lebih dari 5 tahun pasca terbitnya sertifikat, maka secara hukum tanah tersebut sah dimiliki oleh BMKG.

Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, berbunyi

“Dalam hal suatu bidang tanah telah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah itu dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut dapat mengajukan keberatan atau gugatan ke pengadilan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat

Dalam posisi ini, BMKG memiliki legal standing yang kuat karena adanya sertifikat. Sertifikat sendiri telah diakui sebagai tanda bukti hak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997:

“sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang telah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”

Kesimpulan

Sengketa tanah adalah perkara yang kompleks. Menjawab pertanyaan hak kepemilkan suatu lahan tentu tidak dapat langsung didapatkan melalui informasi yang terbatas. Penyelesaian sengketa tanah bukan persoalan hitam di atas putih. Diperlukan informasi tambahan dan dokumen bukti yang runtun secara historis. Terlebih lagi, tentu saja lembaga-lembaga yang bersengketa tidak mungkin membeberkan semua bukti ke khalayak ramai.

Baik Grib Jaya maupun BMKG tentu memiliki bukti dan legal standing masing-masing. Menentukan siapa yang berhak atas objek sengketa memerlukan peninjauan yang lebih dalam terhadap bukti-bukti dokumen secara historis, riwayat penguasaan lahan, ada atau tidaknya tindakan pembiaran atau act of omission selama bertahun-tahun oleh salah satu pihak, dan amar putusan PK sebelumnya juga harus dianalisis lebih mendalam.

Daftar Pustaka

Sengketa Tanah: Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah di Indonesia

Sengketa Tanah: Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah di Indonesia Tanah merupakan aset jangka panjang yang nilainya dapat terus naik. Tak ayal, Aset ini menjadi ladang basah bagi para mafia tanah. Oknum-oknum nakal ini mengakibatkan polemik sengketa…

Sengketa Tanah: Grib Jaya vs BMKG

Sengketa Tanah: Grib Jaya vs BMKG Jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan pembongkaran sejumlah bangunan di sebuah lahan milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Lahan tersebut terletak di wilayah Pondok Betung, Kecamatan…

Bolehkah Kantor Hukum Berbentuk Persekutuan Perdata?

Bolehkah Kantor Hukum Berbentuk Persekutuan Perdata? Hingga kini belum terdapat aturan yang secara eksplisit mengatur bentuk badan hukum kantor advokat. Undang-Undang Advokat hanya menekankan bahwa advokat adalah profesi yang bebas dan mandiri. Salah…

Welcome to our site!

June 19th, 2023 Welcome to our site! We’re thrilled to have you visit our website and explore the wide range of services and expertise we offer. At A3 Law Firm, we are dedicated to providing exceptional solutions tailored to meet your needs and…